Sesuai dengan judulnya, kali ini aku mau cerita mengenai perjuanganku untuk masuk kuliah di PTN yang aku tuju, sebenarnya cerita ini tidak ada yang spesial, hanya sekadar kenangan pribadi untuk di masa tua nanti (kayak bakalan hidup aja).
Mari kita mulai.
Setelah melakukan berbagai pertimbangan, akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi setelah lulus dari SMA, seperti yang pernah aku tuliskan di artikel alasanku mengapa memilih kuliah.
Orangtuaku pun ternyata mendukung keputusanku untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, membuatku semakin semangat untuk mengumpulkan berbagai informasi mengenai cara masuk ke perguruan tinggi.
Ternyata oh ternyata, untuk masuk ke perguruan tinggi tidaklah mudah, banyak hal yang harus dipersiapkan. Mulai dari menentukan jurusan kuliah, finansial orangtua, tujuan perguruan tinggi, lokasi perguruan tinggi, dan masih banyak lagi.
Menentukan Jurusan Kuliah
Awalnya aku berniat memilih jurusan Sastra Indonesia untuk kuliah nantinya, karena aku pikir aku orangnya suka menulis dan sedikit suka membaca. Tapi, setelah ditelaah lagi, ternyata jurusan Sastra Indonesia tidak cocok denganku, karena bikin pusing dan mata kuliahnya tidak sesuai dengan ekspektasiku…
Setelah melewati proses yang panjang, mulai dari riset lewat banyak artikel, menonton berbagai video di Youtube, dan meminta saran dari orang-orang terdekat, akhirnya aku memutuskan untuk memilih jurusan Ilmu Komunikasi sebagai tujuanku untuk berkuliah nantinya.
Singkatnya, aku memilih jurusan Ilmu Komunikasi dikarenakan aku merasa ada banyak kecocokan dengan passionku; menulis blog dan bikin konten di media sosial. Aku suka menulis, suka videografi, suka fotografi, suka editing video, suka desain grafis, dan suka ngomong dengan diri sendiri (bukan public speaking ya, wkwk), nah setelah aku riset lebih dalam, ternyata di jurusan Ilmu Komunikasi nantinya banyak mempelajari hal-hal tersebut, makanya aku merasa cukup cocok dengan jurusan ini.
Menentukan Tujuan Perguruan Tinggi
Menentukan perguruan tinggi yang mana nantinya dituju menjadi langkah yang cukup membingungkan bagiku, karena banyak hal yang harus dipertimbangkan, mulai dari lokasi, akreditasi, keketatan, dan masih banyak lagi.
Singkat cerita, aku akhirnya memutuskan untuk memilih Universitas Andalas (Padang) dan Universitas Riau (Pekanbaru), alasannya adalah karena lokasinya dekat dan masih satu pulau dan provinsi dengan tempat tinggalku sekarang ini.
Sungguh alasan yang cukup membuatku tersenyum, karena ini membuktikan betapa lemah dan penakutnya diriku. Aku takut mengambil perguruan tinggi yang jauh dari rumah karena overthinking, takut terjadi sesuatu yang menakutkan nantinya jika berada di tanah rantau. Hei diriku, anda lemah!!! Wkwk~
Mendaftarkan Diri di SNMPTN
Alhamdulillah, ternyata aku masuk ke daftar siswa yang eligible di sekolah, yang mana ini artinya aku berkesempatan mendaftarkan diri untuk masuk ke salah satu jalur masuk perguruan tinggi negeri (PTN), yaitu jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Nah, SNMPTN ini merupakan jalur masuk PTN yang terkenal abu-abu di kalangan para pelajar SMA, karena sistem penilaiannya tidak jelas. Tapi, secara universal, SNMPTN ini dinilai dari beberapa aspek penilaian, seperti nilai rapor, prestasi selama sekolah, jumlah alumni yang lolos di tujuan universitas dan jurusan, reputasi sekolah, dan juga seberapa dekat lokasi kampus dengan sekolah (katanya sih, ya).
Mendengarkan dan membaca beberapa aspek penilaian dari SNMPTN ini membuatku menjadi pesimis bakal lolos, karena nilaiku selama duduk di bangku SMA sangat jelekk, eh nggak jelek-jelek banget sih, lebih tepatnya pas-pasan KKM, yaitu rata-rataku 81. Hahaha, ini rendah banget!!!!!!
Tapi nggak apa-apa, namanya juga kesempatan, tentunya aku nggak mau menyia-nyiakan.
Singkat cerita, akhirnya aku mendaftarkan diri di Universitas Andalas dan Universitas Riau dengan program studi Ilmu Komunikasi. Ternyata oh ternyata, berdasarkan data dari tahun-tahun sebelumnya, ternyata prodi Ilmu Komunikasi merupakan prodi dengan peminat terbanyak a.k.a jurusan favorit. Makin pesimis dong~
Pengumuman pun tiba…
Sesuai dengan dugaan, aku pun ditolak oleh Universitas Andalas (pilihan pertama) dan Universitas Riau (pilihan kedua).
Awalnya sih sedih ditolak, sedihnya sedih yang biasa-biasa aja sih, nggak sampai yang sesenggukan gitu. Karena ya aku sendiri sadar diri, nilai aku pas-pasan dan ketika SMA malas-malasan. Jadi ya, udah ketebak sih kalau aku bakalan ditolak.
Mendaftarkan Diri di Jalur SBUB Universitas Diponegoro
Ketika SNMPTN belum dibuka, Universitas Diponegoro membuka jalur masuk perguruan tinggi, yaitu Jalur Prestasi dengan nama SBUB (Seleksi Bibit Unggul Berprestasi).
Jujur, awalnya aku sendiri gak pernah kepikiran untuk masuk ke Undip. Selain karena sadar diri kemampuan otak yang pas-pasan, aku merasa mustahil untuk masuk di universitas top 10 di Indonesia (jangankan top 10, top belasan aja aku nggak yakin). Apalagi aku sendiri termasuk SISWA PEMALAS LEGENDARIS KELAS DUNIA, belajar untuk UTBK aja gak pernah sama sekali.
Nah alhamdulillah, atas izin Allah aku dipertemukan dengan jalur prestasi Universitas Diponegoro. Karena aku punya beberapa prestasi di bidang menulis blog, akhirnya aku memutuskan untuk mendaftar ke jalur tersebut, jurusannya sama dengan jurusan ketika akun mendaftar SNMPTN kemarin, yaitu jurusan ilmu komunikasi.
Sempat Ragu dan Insecure
Ketika ingin mendaftarkan diri di jalur SBUB ini awalnya aku masih ragu-ragu, soalnya prestasi yang aku raih selama di SMA ini bisa dibilang prestasi yang gak bergengsi (gak terkenal gitu lah di telinga orang-orang).
Hal ini yang sempat bikin aku jadi pesimis dan insecure. Apalagi peserta yang lain itu mendaftarnya menggunakan prestasi-prestasi yang keren, bergengsi, dan ada yang di tingkat internasional pulaaa.
Singkat cerita (sengaja disingkat, soalnya pengalaman lolos jalur SBUB mau dibikin artikel versi sendiri), setelah melewati beberapa tahap, akhirnya aku lolos di Undip di prodi Ilmu Komunikasi.
Masih Belum Menyangka
Sampai sekarang, terkadang Impostor Syndrom aku sering banget kambuh, yang bikin aku bertanya-tanya: ini orang kayak aku bisa beneran lolos di UNDIP, apa panitianya gak salah? Aku masih belum percaya sepenuhnya gitu, terutama waktu awal-awal pengumuman.
Bagi aku sendiri, masuk universitas sekelas Undip ini seperti hal yang mustahil. Apalagi aku berasal dari sekolah biasa-biasa aja, daerah biasa-biasa aja, dan siswa biasa-biasa aja, ternyata bisa lolos di Undip.
Awalnya begitu, sekarang karena keseringan nonton video dan tulisan tentang Impostor Syndrom jadi agak berkurang lah rasa tidak pantas ini. Dan peserta lain ada yang curhat juga, mereka merasa gak pantas juga bisa lolos di Undip, jadi kami bisa saling sharing gitu.
Do’akan ya temen temen aku bisa belajar dengan sebaik mungkin di Undip nantinya, aku pengen maksimalin banget kesempatan yang udah Allah berikan kepada aku ini. Aamiin.