Peran Pelajar dalam Melawan Kekerasan Berbasis Gender

Apa yang terlintas di benakmu ketika mendengarkan istilah “kekerasan berbasis gender?”. Mungkin sebagian dari kamu merasa asing dengan istilah tersebut. Ya, tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak di antara masyarakat kita yang belum mengetahui apa itu kekerasan berbasis gender. Padahal di negara kita, kasus kekerasan berbasis gender terus meningkat setiap tahunnya. 

Apa yang terlintas di benakmu ketika mendengarkan istilah “Kekerasan Berbasis Gender?”. Mungkin sebagian dari kalian merasa asing dengan istilah tersebut. Ya, tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak di antara masyarakat kita yang belum mengetahui apa itu Kekerasan Berbasis Gender. Padahal di negara kita, kasus kekerasan berbasis gender terus meningkat setiap tahunnya. 

Maka dari itu, Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) yang merupakan bagian dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) beberapa waktu lalu menggelar acara webinar mengenai Kekerasan Berbasis Gender yang terdiri dari beberapa seri yang bisa diikuti lewat Zoom, Radio Itjen, dan juga Youtube. Tujuannya adalah untuk mengampanyekan pengetahuan mengenai Kekerasan Berbasis Gender (KBG) kepada masyarakat luas.

Sebagai seorang pelajar yang mana di masa pandemi seperti sekarang ini waktu luangku sangatlah banyak, aku sangat tertarik dengan acara-acara seperti ini. Daripada waktuku terbuang dengan sia-sia, lebih baik aku gunakan untuk mengikuti webinar Anti Kekerasan Berbasis Gender dari Puspeka yang berlangsung beberapa waktu lalu ini.

Serunya Mengikuti Webinar Anti Kekerasan
Berbasis Gender dari Puspeka

Peran Pelajar dalam Melawan Kekerasan Berbasis Gender 1

Webinar yang bertajuk Anti Kekerasan Berbasis Gender dan Kampus Merdeka dari Kekerasan Berbasis Gender ini begitu menarik dan seru untuk diikuti. Webinar ini menghadirkan narasumber-narasumber yang kompeten di bidangnya, sehingga aku sebagai peserta sangat antusias untuk menyimak setiap informasi yang disampaikannya. 

Dari mengikuti webinar ini, aku mendapatkan banyak sekali wawasan dan pengetahuan baru seputar kekerasan berbasis gender, salah satunya aku jadi mengetahui apa itu kekerasan berbasis gender, bagaimana cara mencegahnya, dan apa-apa saja dampaknya. Buat kalian yang belum tahu, jadi kekerasan berbasis gender itu adalah kekerasan yang terjadi karena keyakinan gender, yang menempatkan kaum perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. 

Peran Pelajar dalam Melawan Kekerasan Berbasis Gender 2

Bu Maria Ulfah Anshor, yang merupakan Komisioner Komnas Perempuan dan juga narasumber dalam webinar Anti Kekerasan Berbasis Gender kemarin menyampaikan bahwa ada empat bentuk kekerasan terhadap perempuan yang kerap kali terjadi, yaitu kekerasan fisik, psikis, seksual, dan sosial. Selain itu, Bu Maria Ulfah juga memaparkan apa-apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan berbasis gender. Beliau menyebutkan penyebab utamanya adalah dikarenakan adanya hubungan kekuasaan dan ideologi patriaki yang berkembang di masyarakat.

Selain Bu Maria, ada narasumber lain yang berlatar belakang sebagai seorang Psikolog, yaitu Bu Gisella Tani Pratiwi. Bu Gisella sendiri menambah wawasanku mengenai perundungan (bullying) di negara kita, terutama di lingkungan sekolah. Beliau memaparkan data dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI yang menyebutkan bahwa ada 50% anak yang dirundung di sekolah.

 

Peran Pelajar dalam Melawan Kekerasan Berbasis Gender 3

Sebagai seorang pelajar tentunya aku mengamini hal tersebut. Pasalnya aku sendiri pun pernah menjadi korban perundungan di lingkungan sekolah. Lemahnya pengawasan guru dan tidak tegasnya hukuman bagi pelaku, menurutku menjadi salah dua dari faktor masih maraknya kasus perundungan dan kekerasan berbasis gender di lingkungan sekolah. 

Sebagai mantan korban perundungan, aku tentunya mengerti betapa sakitnya dan besarnya dampak yang ditimbulkan dari perundungan. Aku berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah teman-teman yang lain agar tidak merasakan seperti apa yang aku rasakan. 

Mulai dari memberikan saran kepada sekolah, menjadi mediator jika terjadinya perundungan atau kekerasan, mengabarkan ke guru, dan yang paling penting mengajak masyarakat luas, terutama keluarga, agar bisa berpartisipasi aktif dalam mencegah terjadinya kekerasan berbasis gender.

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *